This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Saturday, August 13, 2011

Guru Parama Shanti


Kegelapan di mana-mana. Seorang anak muda dari Bali mengirim surat elektronik yang mengkhawatirkan awan kegelapan yang menutupi pulau Bali: cuaca ekstrim, pemimpin saling menyerang, manusia berkelahi sampai-sampai merusak pura. Di Jakarta, sudah mulai ada yang menggunakan agama sebagai senjata menyerang orang, bahkan menggunakan kata “bohong” sebagai peluru penghancur. Di Amerika Serikat Barack Obama diserang habis dengan isu-isu rasialis secara sarkastis. Di Italia, perdana menteri Silvio Beluschoni dilempar patung mukanya hingga berdarah-darah.



Kita di Bali diajarkan tetua, kapan saja kegelapan demikian menakutkan, maka cepat-cepatlah mencari sundih (lentera penerang). Dan salah satu lentera penerang di segala zaman bernama guru. Makanya, di Himalaya salah satu arti guru adalah  pengusir kegelapan. Namun, untuk bertemu wajah guru yang mendekati lengkap, manusia memerlukan empat jenis guru: guru buku suci, guru hidup, guru simbolik, guru rahasia.

Buku Suci
Kombinasi empat guru ini diperlukan, terutama karena semua agama resmi sudah berumur lebih dari seribu tahun. Buddha sebagai contoh, berumur nyaris 2.600 tahun, Hindu lebih tua lagi yakni lebih dari 100.000 tahun. Dengan umur setua itu, bertumpu hanya pada buku suci saja,  manusia bisa mudah tergelincir pada praktek berbahaya.
Ini yang ada di balik praktek beragama yang ekstrim sekaligus berbahaya. Ada yang berperang atas nama Tuhan. Ada yang melakukan pembunuhan massal atas nama agama. Ada yang menghancurkan gedung tinggi dengan menabrakkan pesawat. Substansinya cuman satu, buku suci tidak saja dipahami secara terbatas, bahkan sudah dipolitisir secara amat berlebihan.
Setiap sahabat yang lama menyelami buku suci tahu, di setiap agama ada pilihan untuk pemula sekaligus untuk mereka yang mau dalam. Ambil contoh Bhagavad Gita. Di tangan pemula yang berbahaya, Bhagavad Gita bisa dipelesetkan kesimpulannya menjadi semua manusia harus turun berperang. Tantra kadang dipelesetkan menjadi belajar ngeleak (santet).
Padahal dialog Krishna dan Arjuna di Bhagavad Gita adalah sebuah dialog otentik (terjadi sesuai dengan tuntutan unik saat itu, tidak bisa ditiru serampangan di waktu lain). Pertama, perang ketika itu tidak bisa dihindarkan. Kedua, Arjuna adalah seorang ksatria. Ketiga, Krishna adalah guru hidup dengan cahaya menawan yang turun memang untuk membantu Arjuna.
Sedangkan di saat ini, banyak peperangan yang masih bisa dihindarkan terutama karena semakin majunya peradaban. Berikutnya, tidak semua manusia lahir sebagai ksatria yang berperang. Terakhir, di zaman gelap ini, sangat tidak mudah menemukan guru hidup sekaliber Krishna, sekaligus murid dengan kualitas bakti seperti Arjuna.
Tentang Tantra sebagai ilmu ngeleak, ini tidak terlalu benar sekaligus tidak terlalu salah.  Tidak terlalu benar, karena dalam Tantra - setidaknya anuttarayogatantra - titik awal sekaligus titik akhir perjalanan adalah bodhicitta (niat mulya untuk selalu menolong semuanya tanpa membeda-bedakan). Mana mungkin seseorang yang di dalam batinnya hanya mau menolong kemudian tersambung dengan ilmu santet. Tidak terlalu salah, karena kesempurnaan bodhicitta mencakup juga menolong para setan sekali pun. Karena menolong semua mahluk (termasuk setan) maka orang Tantra kadang secara keliru dikira belajar santet.

Guru Hidup
Oleh karena kompleksitas buku suci seperti inilah maka orang kebanyakan memerlukan bimbingan guru hidup. Di tangan guru hiduplah kemudian buku suci dibahasakan sesuai dengan tingkat pertumbuhan murid. Murid dengan kapasitas kecil (baru menjadi manusia setelah lama di alam bawah, banyak melakukan kesalahan, bodoh) akan diajarkan dan dilindungi dengan hukum karma. Murid dengan kemampuan besar (telah berulang-ulang lahir jadi manusia dan dewa, memiliki tabungan karma bajik yang berlimpah) akan diajarkan betapa menjijikkannya kehidupan duniawi ini agar mereka cepat terbebaskan. Murid dengan kapasitas agung (sudah tercerahkan di  kehidupan  sebelumnya   dan   lahir untuk  tugas  menolong) akan diajarkan kesempurnaan bodhicitta (menolong, melayani, menyayangi).
Mungkin itu sebabnya, di India orang suci disebut Bhagavan. Bhagavan adalah seseorang yang sudah menundukkan segala bentuk kejahatan di dalam. Dari kejahatan yang kasar (bohong, memaki, menyakiti), kejahatan yang halus (menyebut diri suci, mengaku tercerahkan), sampai dengan kejahatan yang terhalus (yang tidak bisa didefinisikan). Arti lain guru adalah seseorang dengan tumpukan kebajikan yang berlimpah. Gabungan antara kehidupan yang bersih sempurna dari kejahatan dengan tumpukan kebajikan yang berlimpah inilah, kemudian membuat seseorang Guru bisa memenuhi syarat-syarat seperti di bawah.
Pertama, guru hidup kesehariannya menenangkan,  mendamaikan. Terutama karena hasil langsung praktek spiritual mendalam adalah ketenangan, kedamaian kemudian diikuti niat mulya untuk berbagi. Kedua, dengan kualitas ketenangan dan kedamaian ini, ia kemudian menjadi magnet besar bagi banyak orang untuk belajar kebajikan. Ketiga, sifat ajarannya amat memperkaya intelek sekaligus batin. Keempat, bila mesti menundukkan orang lain, guru hidup menundukkannya dengan kasih sayang. Dalam hal berdoa, ia tidak pernah meminta. Sebaliknya, guru hidup senantiasa berdoa untuk keselamatan, kedamaian, kebebasan semuanya tanpa membeda-bedakan.

Guru Simbolik
Cuman, karena Guru hidup mengenakan tubuh manusia yang penuh ketidaksempurnaan, ia rawan disalah mengerti. Untuk itulah, manusia memerlukan guru simbolik. Dalam bahasa Jetsun Milarepa, alam menyimpan banyak sekali buku suci. Perhatikan burung yang tidak mengenal sekolah, tidak melamar pekerjaan, setiap pagi mereka bernyanyi. Pesannya sederhana, pertahankan batin yang penuh suka cita, di sana tersembunyi rahasia. Di Tibet pernah terjadi seekor kuda yang lagi hamil tua ditusuk perutnya oleh seorang perampok. Begitu bayi kudanya keluar,  Ibunya menjilati anaknya sampai kering. Setelah yakin anaknya sehat dan selamat, kemudian Ibu kuda ini mati penuh kedamaian. Inspirasi yang tersisa dari sini, seekor binatang bahkan ketika perutnya sudah luka lebar oleh sayatan pisau, masih ingat untuk melaksanakan tugas terpenting kehidupan berupa kasih sayang.
Sastrawan besar Kahlil Gibran pernah menulis, pohon adalah simbol kehidupan pertapa yang sempurna. Bertumbuh dengan keikhlasan sempurna mendekati cahaya. Dalam sebuah percakapan kosmik ada yang berbisik: “cermati pohon, ia bekerja terus menerus siang malam tapi semua bunga, buah dan oksigennya diperuntukkan buat pihak lain”. Inilah contoh-contoh guru simbolik yang tersedia berlimpah di alam. Meminjam pesan tetua di Peru yang berumur lebih dari 6.000 tahun: “tidak ada kebetulan, hanya bimbingan-bimbingan”.

Guru rahasia sesungguhnya rahasia. Tapi ada bahan renungan yang perlu diendapkan. Kapan saja cahaya di luar*)  berjumpa dengan cahaya di dalam, di sana seseorang boleh berguru pada guru rahasia. Jangan terkejut kemudian bila bisa melihat  huruf-huruf suci di dalam sini. Gabungan dari keempat guru inilah (buku suci, guru hidup, guru simbolik, guru rahasia) kemudian mungkin membawa seseorang keluar dari terowongan panjang kegelapan yang hanya berisi penderitaan. Inilah guru parama shanti.
*) Perhatikan cahaya-cahaya yang memancar dari langit. Matahari bersinar sama terangnya di negara beragama sekaligus negara atheis. Bulan bercahaya sama terangnya ke binatang sekaligus tetumbuhan. Bintang cahayanya sama saja baik ke gunung maupun sungai. Mahluk tercerahkan juga serupa, ia melayani dan menyayangi semua tanpa membeda-bedakan.
Source : Gede Prama

Wednesday, August 10, 2011

INA-DRGs System For prospective Payment System (PPS) In the Health Financing Reform in Indonesia

   By : Adi Mardika
   Diagnosis Related Groups (DRGs) is a way of payments to health care providers for services provided regardless of the amount of action, but a grouping of medical services into a fee scale according to the disease. The components of cost in preparing the DRGs among others:

    
* Length of hospitalization days for each of the DRGs for both routine and special treatments
    
* Perdiem costs for both routine and special treatments
    
* Estimated cost, support services (laboratory, radiology, anesthesia, and others)

   
Before determining the DRG will be assigned Clinicial Pathway namely the identification of interventions based on the Standard Operating Procedure / Clinical Guidelines, both the nature and amount of use of its resources, from reception to the patient's home. Indonesia has had its 1077 DRG code which is divided in 789 tariff codes for inpatient, 288 for outpatient care .................

Monday, August 8, 2011

Anak Agung Bagus Sutedja Gubernur Bali Pertama Yang Hilang Misterius

Anak Agung Bagus Sutedja (1923 - 1966) merupakan Gubernur Bali yang pertama, ditunjuk oleh mantan  Presiden Sukarno tahun 1958 saat Bali menjadi sebuah propinsi. Sutedja merupakan putra dari Raja terakhir Jembrana, Anak Agung Bagus Negara.
Pertama kali menjabat pada tahun 1950 sampai 1958, diangkat berdasarkan keputusan Dewan Pemerintahan Daerah sebagai pemimpin badan eksekutif Bali. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) menggantikan wewenang Paruman Agung yang terdiri dari wakil-wakil delapan kerajaan di Bali sebagai badan legislatif.
Setelah sempat diselingi oleh I Gusti Bagus Oka sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah Bali pada tahun 1958 sampai 1959, ia kembali terpilih pada bulan Desember 1959 sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali. Masa jabatannya yang kedua berakhir beberapa bulan setelah terjadinya G30S/PKI tahun 1965. Selanjutnya ia digantikan oleh I Gusti Putu Martha.
Anak Agung Bagus Sutedja menghilang secara misterius pada tanggal 29 Juli 1966 di Jakarta. Ia diperkirakan menjadi korban penculikan politik yang terjadi pada masa itu.
Hilangnya putra Jembrana ini menimbulkan banyak spekulasi. Ada yang menyatakan, Sutedja tewas akibat dari konspirasi politik, namun ada juga yang menafsir ia pergi ke luar negeri karena dikait-kaitkan dengan tragedi berdarah 1965.
Pada masa-masa 1950-an, Sutedja dikenal dekat dengan mantan Presiden RI Soekarno. Anak Agung Istri Ngurah Sunitri (82), istri dari Sutedja pernah menyatakan, ia dan suaminya sering mendampingi Soekarno saat berkunjung ke Istana Tampaksiring dalam kegiatan kedinasan.
Pada tahun 1965-an Soekarno sering berkunjung ke Istana Tampaksiring. Saat datang ke istana ini, Soekarno sering mengajak Megawati.
Hingga  kini misteri masih tetap menyelimuti hilangnya AA Bagus Sutedja. Walaupun sudah dipelebon yang artinya sudah diakui meninggal dunia, penyebab kematiannya belum bisa diungkapkan dengan jelas.
Spekulasi terbesar yang beredar, Sutedja turut menjadi korban ‘pembersihan’ pasca G30S PKI karena dianggap dekat dengan Bung Karno. Dari kalangan yang tua-tua yang pernah merasakan pemerintahan Sutedja hanya kenangan yang bisa dilontarkan.
Beberapa kalangana menilai, Sutedja kala itu cukup bagus dalam memimpin Bali. Di masanya, kondisi politik Indonesia memang sedang memanas. Di Bali saat itu ada 2 partai besar yaitu PKI dan PNI. Menurut Sunitri, terhadap parpol ini suaminya berusaha tidak memihak ke mana pun.
Sebagai Gubernur Bali, waktu itu Sutedja diminta untuk tenang oleh Bung Karno pasca tragedi 1965. Tapi, 2 Desember 1965, Puri Negara mulai diusik dengan perusakan yang dilakukan ratusan massa. Perusakan tersebut dilakukan dengan tuduhan Puri Negara terlibat G30S PKI.
Mendapatkan kabar ini Bung Karno segera memanggil Sutedja ke Jakarta, 3 Desember 1965. Hingga menghilang pada tanggal 29 Juli 1966, Sutedja masih di Jakarta dan tinggal di Komplek Senayan Nomer 261/262.
Menurut keterangan AA Gede Agung, putra sulung dari Sutedja, tanggal 29 Juli 1966 sekitar pukul 09.00 Sutedja dijemput 4 orang berseragam militer dengan menggunakan mobil Nissan. Sutedja diminta datang ke SKOGAR di Merdeka Barat. Menurut Gede Agung, tanpa kecurigaan sedikit pun ayahnya memenuhi panggilan ini.
Saat sore menjelang tanpa ada kabar, ibunya Anak Agung Istri Ngurah Sunitri gelisah dan mendatangi markas SKOGAR. Di sini ia mendapatkan jawaban, tidak ada yang menjemput atau memerintahkan Sutedja untuk datang ke SKOGAR. Mendapati jawaban ini, Sunitri langsung melapor ke Mendagri. Proses pencarian yang dilakukan sia-sia. Nasib Sutedja tidak jelas diketahui.
Pencarian yang dilakukan keluarga Puri Negara terus berlanjut dari hilangnya sampai masa pemerintahan Soeharto hingga Megawati. Pencarian panjang ini akhirnya ditutup dengan upacara pelebon pada 23 Juli 2006 lalu. Upacara ini dilakukan setelah keluarga puri mendapatkan pawisik (petunjuk gaib).
 

Sejarah Letusan Gunung Agung

 Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di Pulau Bali. Gunung berapi ini mulanya memiliki ketinggian sekitar 3.142 meter di atas pemukaan laut (dpl), namun setelah meletus pada tahun 1963 diperkirakan ketinggiannya turun menjadi 2.920—3.014 meter dpl. Saat ini, puncak tertinggi Gunung Agung terletak di bagian barat daya, tepat di atas Pura Besakih.
Gunung Agung merupakan sebuah gunung vulkanik tipe monoconic strato yang tingginya mencapai sekitar 3.142 meter di atas permukaan laut. Gunung tertinggi di Bali ini termasuk muda dan terakhir meletus pada tahun 1963 setelah mengalami tidur panjang selama 120 tahun.
Sejarah aktivitas Gunung berapi Agung memang tidak terlalu banyak diketahui. Catatan sejarah mengenai letusan gunung ini mulai muncul pada tahun 1808. Ketika itu letusan disertai dengan uap dan abu vulkanik terjadi. Aktivitas gunung ini berlanjut pada tahun 1821, namun tidak ada catatan mengenai hal tersebut. Pada tahun 1843, Gunung Agung meletus kembali yang didahului dengan sejumlah gempa bumi. Letusan ini juga menghasilkan abu vulkanik, pasir, dan batu apung.
Sejak 120 tahun tersebut, baru pada tahun 1963 Gunung Agung meletus kembali dan menghasilkan akibat yang sangat merusak. Berdasarkan buku yang dikarang Kusumadinata pada tahun 1979 gempa bumi sebelum letusan gunung berapi yang saat ini masih aktif tersebut terjadi pada 16-18 Februari 1963. Gempa tersebut dirasakan dan didengar oleh masyarakat yang hidup di sekitar Gunung Agung.
Letusan Gunung Agung yang diketahui sebanyak 4 kali sejak tahun 1800, diantaranya : Di tahun 1808 ; Dalam tahun ini dilontarkan abu dan batu apung dengan jumlah luar biasa. 1821 Terjadi letusan normal, selanjutnya tidak ada keterangan. Tahun 1843 Letusan didahului oleh gempa bumi.  Material yang dimuntahkan yaitu abu, pasir, dan batu apung. 
Selanjutnya dalam tahun 1908, 1915, dan 1917 di berbagai tempat di dasar kawah dan pematangnya tampak tembusan fumarola. 1963 Letusan dimulai tanggal 18 Pebruari 1963 dan berakhir pada tanggal 27 Januari 1964.  Letusan bersifat magnatis. Korban tercatat 1.148 orang meninggal dan 296 orang luka.

Karakter Letusan
Pola dan sebaran hasil letusan lampau sebelum tahun 1808, 1821, 1843, dan 1963 menunjukkan tipe letusan yang hampir sama, diantaranya adalah bersifat eksplosif  (letusan, dengan melontarkan batuan pijar, pecahan lava, hujan piroklastik dan abu), dan efusif berupa aliran awan panas, dan aliran lava (Sutukno B., 1996).

Periode Letusan
Dari 4 kejadian letusan masa lampau, periode istirahat Gunung Agung dapat diketahui yakni terpendek 16 tahun dan terpanjang 120 tahun.

Letusan 1963 ; Kronologi Letusan tahun 1963.
Lama letusan Gunung Agung tahun 1963 berlangsung hampir 1 tahun, yaitu dari pertengahan Pebruari 1963 sampai dengan 26 Januari 1964, dengan kronologinya sebagai berikut : .

16 Pebruari 1963 : Terasa gempa bumi ringan oleh penghuni beberapa Kampung Yehkori (lebih kurang 928 m dari muka laut) di lereng selatan, kira-kira 6 kilometer dari puncak Gunung Agung.

17 Pebruari 1963 : Terasa gempa bumi di Kampung Kubu di pantai timur laut kaki gunung pada jarak lebih kurang 11 km dari lubang kepundannya.
18 Pebruari 1963 : Kira-kira pukul 23.00 di pantai utara terdengar suara gemuruh dalam tanah.

19 Pebruari 1963 : Pukul 01.00 terlihat gumpalan asap dan bau gas belerang. Pukul 03.00 terlihat awan yang menghembus dari kepundan,makin hebat bergumpal-gumpal dan dua jam kemudian mulai terdengar dentuman yang nyaring untuk pertama kalinya. Suara yang lama bergema ini kemudian disusul oleh semburan batu sebesar kepalan tangan dan diakhiri oleh sembuaran asap berwarna kelabu kehitam-hitaman . Sebuah bom dari jauh tampak sebesar buah kelapa terpisah dari yang lainnya dan dilontarkan lewat puncak ke arah Besakih. Penghuni Desa Sebudi dan Nangka di lereng selatan mulai mengungsi, terutama tidak tahan hawa sekitarnya yang mulai panas dan berbau belerang itu. Di sekitar Lebih, udara diliputi kabut, sedangabu mulai turun.
Air di sungai mulai turun. Air di sungai telah berwarna coklat dan kental membawa batu dengan suara gemuruh, tanda lahar hujan permulaan. Penghuninya tetap tenang dan melakukan persembahyangan. Pukul 10.00 terdengar lagi suara letusan dan asap makin tebal. Pandangan ke arah gunung terhalang kabut, sedang hujan lumpur mulai turun di sekitar lerengnya.
Di malam hari terlihat gerakan api pada mulut kawah, sedangkan kilat sambung-menyambung di atas puncaknya.

20 Pebruari 1963 : Gunung tetap menunjukkan gerakan berapi. 06.30 terdengar suara letusan & terlihat lemparan bom lebih besar. 07.30 penduduk Kubu mulai panik, banyak diantara mereka mengungsi ke Tianyar, sedangkan penghuni dari lereng selatan pindah ke Bebandem dan Selat.

21 Pebruari 1963 : Asap masih tetap tebal mengepul dari kawah.

22 Pebruari 1963 : Kegiatan terus menerus berupa letusan asap serta loncatan api dan suara gemuruh.

23 Pebruari 1963 : Pukul 08.30 sekitar Besakih, Rendang dan Selat dihujani batu kecil serta tajam, pasir serta abu.

24 Pebruari 1963 : Hujan lumpur lebat turun di Besakih mengakibatkan beberapa bangunan Eka Dasa Rudra roboh. Penduduk Temukus mengungsi ke Besakih. Awan panas letusan turun lewat Tukad Daya hingga di Blong.

25 Pebruari 1963 : Pukul 15.15 awan panas turun di sebelah timurlaut lewat Tukad Barak dan Daya. Lahar hujan di Tukad Daya menyebabkan hubungan antara Kubu dan Tianyar terputus. Desa Bantas-Siligading dilanda awan panas mengakibatkan 10 orang korban. Lahar hujan melanda 9 buah rumah di Desa Ban , korban 8 orang.

26 Pebruari 1963 : Lava di utara tetap meleler. Lahar hujan mengalir hingga di Desa Sogra, Sangkan Kuasa. Asap tampak meningkat dan penduduk Desa Sogra, Sangkan Kuasa, Badegdukuh dan Badegtengah mengungsi ke selatan.
Di Lebih hujan yang agak kental dan gatal turun. Lahar terjadi di sekitar Sidemen. Juga lahar mengalir di utara di Tukad Daya dan Tukad Barak. Pukul 18.15 hujan pasir di Besakih. Pangi diliputi hawa belerang yang tajam sekali. Penduduknya mengungsi ke Babandem. Kemudian kegiatan Gunung Agung ini terus menerus berlangsung, boleh dikatakan setiap hari hujan abu turun, sementara sungai mengalirkan lahar dan lava terus meleler ke utara.

17 Maret 1963 : Merupakan puncak kegiatan. Tinggi awan letusan mencapai klimaksnya pada pk. 05.32. Pada saat itu tampak awan letusannya menurut pengamatan dari Rendang sudah melewati zenith dan keadaan ini berlangsung hingga pukul 13.00. Awan panas turun dan masuk ke Tukad Yehsah, Tukad Langon, Tukad Barak dan Tukad Janga di selatan. Di utara gunung sejak pukul 01.00 suara letusan terdengar rata-rata setiap lima detik sekali. Awan panas turun bergumpal-gumpal menuju Tukad Sakti, Tukad Daya dan sungai lainnya di sebelah utara. Mulai pukul 07.40 lahar hujan terjadi mengepulkan asap putih, dan ini berlangsung hingga pukul 08.10.
Pukul 08.00 turun hujan abu, pada pukul 09.20 turun hujan kerikil, dan sementara itu awan panas pun turun bergelombang.
Pada pukul 11.00 hujan abu makin deras hingga penglihatan sama sekali terhalang.
Pada pukul 12.00 lahar yang berasap putih itu mulai meluap dari tepi Tukad Daya. Baru pukul 12.45 hujan abu reda dan kemudian pukul 15.30 suara letusan pun berkurang untuk selanjutnya hilang sama sekali.  Adapun sungai yang kemasukan awan panas selama puncak kegiatan ini adalah sebanyak lk. 13 buah di lereng selatan dan 7 buah di lereng utara.  Jarak terjauh yang dicapainya adalah lebih kurang 14 kilometer, ialah di Tukad daya di utara. Sebelah barat dan timur gunung bebas awan panas.  Lamanya berlangsung paroksisma pertama ini yakni selama lebih kurang 10 jam yakni dari pukul 05.00 hingga pukul 15.00.

21 Maret 1963 : Kota Subagan, Karangasem terlanda lahar hujan hingga jatuh korban lebih kurang 140 orang.  Setelah letusan dahsyat pada tanggal 17 Maret ini, maka aktivitasnya berkurang, sedang suara gemuruh yang tadinya terus menerus terdengar hilang lenyap. Demikian leleran lava ke utara berhenti pada garis ketinggian 501,64 m dan mencapai jarak lebih kurang 7.290 m dari puncak.

16 Mei 1963 : Paroksisma kedua diawali oleh letusan pendahuluan, mula-mula lemah dan lambat laun bertambah kuat.  Pada sore hari 16 Mei, kegiatan meningkat lagi terus meneru, hingga mencapai puncaknya pada pukul 17.07. Pada umumnya kekuatan letusan memuncak untuk kedua kali ini tidak sehebat yang pertama. Awan letusannya mencapai tinggi kira-kira 10.000 m di atas puncak, sedang pada pukul 17.15 hujan lapili mulai turun hingga pukul 21.13.  Sungai yang kemasukan awan panas adalah sebanyak 8 buah, 6 di selatan dan 2 di utara. Jarak paling jauh yang dicapai lebih kurang 12 km yakni di Tukad Luah, kaki selatan. Lamanya berlangsung paroksisma lebih kurang 6 jam, yakni dari pukul 16 hingga sekitar pukul 21.00. Pada umumnya kekuatan letusan memuncak untuk kedua kali ini tidak sehebat yang pertama. Awan letusannya mencapai tinggi lebih kurang 10.000 m di atas puncak, sedang pada pukul 17.15 hujan lapili mulai turun hingga pukul 21.13.  Sungai yang kemasukan awan panas adalah sebanyak 8 buah, 6 di selatan dan 2 di utara. Jarak paling jauh yang dicapai lk. 12 km yakni di Tukad Luah, kaki selatan. Lamanya berlangsung paroksisma lebih kurang 6 jam, yakni dari pukul 16 hingga sekitar pukul 21.00.

Nopember 1963 : Tinggi asap solfatara/fumarola mencapai lebih kurang 500 m di ats puncak.  Sejak Nopember warna asap letusan adalah putih.
10 Januari 1964 : Tinggi hembusan asap mencapai 1500 m di atas puncak.
26 Januari 1964 : Pukul 06.50 tampak kepulan asap dari puncak Gunung Agung berwarna kelabu dan kemudian pada pukul 07.02, 07.05 dan 07.07 tampak lagi letusan berasap hitam tebal serupa kol kembang, susul menyusul dari tiga buah lubang, mula-mula dari sebelah barat lalu sebelah timur mencapai ketinggian maksimal lebih kurang 4.000 m di atas puncak.  Seluruh pinggir kawah tampak ditutupi oleh awan tersebut. Suara lemah tetapi terang terdengar pula.

27 Januari 1964 : Kegiatan Gunung Agung berhenti
Produk Letusan 1963 Lahar Hujan: Sesuai dengan letak geografi dari Gunung Agung yang bertindak sebagai penangkap hujan angin tenggara yang menghembus, lahar besar dimulai di lereng utara, kemudian di lereng timur menenggara untuk kemudian lambat laun bergeser ke jurusan barat dan mencapai klimaksnya di lereng selatan baratdaya. Lahar besar ke selatan mulai meluas pada ketinggian 500 m antara Rendang dan padangkerta. Kemudian di bawah Tukad Jangga, yakni di Tukad Krekuk dan Jasi, Bugbug dan akhirnya di Tukad Unda.  Mengingat daerah utara terletak dalam bayangan hujan, laharnya bukan bayangan daripada endapan lepas, yang sebenarnya maksimal jatuh di sebelah sini.

Aliran Lava : Lava yang meleler antara 19 Pebruari dan 17 Maret 1963 mengalir dari kawah utama di puncak ke utara, lewat tepi kawah yang paling rendah, berhenti pada garis ketinggian 505,64 m dan mencapai jarak lebih kurang 7.290 m.  Isi lava tersebut ditaksir sebanyak lebih kurang 339,235 juta m3.

Bahan Lepas : Terdiri dari bom gunungapi, lapili, pasir dan abu, baik berasal dari awan panas letusan maupun dari ledakan kawah pusat. Jumlah seluruhnya selama roda kegiatan berlangsung : Eflata (bom, pasir dan abu) lebih kurang 380,5 . 106 m3, Ladu lebih kurang 110,3 . 106 m3.

Awan Panas Gunung Agung : Di Gunung Agung terdapat dua macam awan panas, yakni awan panas letusan dan awan panas guguran. Awan panas letusan terjadi pada waktu ada letusan besar. Pada waktu itu maka bagian bawah dari tiang letusan yang jenuh dengan bahan gunung api melampaui tepi kawah dan meluncur ke bawah. Bergeraknya melalui bagian yang rendah di tepi kawah, ialah lurah dan selanjutnya mengikuti sungai. Kecepatan dari awan letusan ini menurut pengamatan dari Pos Rendang adalah rata-rata 60 km per jam dan di sebelah selatan mencapai jarak paling jauh 13 km, yakni di Tukad Luah dan di sebelah utara 14 km di Tukad Daya.

Menurut Suryo (1964) selanjutnya, awan panas guguran adalah awan panas yang sering meluncur dari bawah puncak (tepi kawah). walaupun tidak ada letusan dapat terjadi awan panas guguran. Dapat pula terjadi apabila terjadi bagian dari aliran lava yang masih panas gugur, seperti terjadi pada waktu lava meleler di lereng utara.
Daerah yang terserang awan panas letusan pada kegiatan 1963 terbatas pada lereng selatan dan utara saja, karena baik di barat maupun di sebelah timur kawah ada sebuah punggung. Kedua punggung ini memanjang dari barat ke timur. Awan panas letusan yang melampaui tepi kawah bagian timur dipecah oleh punggung menjadi dua jurusan ialah timur laut dan tenggara. Demikian awan panas di sebelah barat dipecah oleh punggung barat ke jurusan baratdaya dan utara. Awan panas letusan yang terjadi selama kegiatan 1963 telah melanda tanah seluas lebih kurang 70km2 dan menyebabkan jatuh 863 korban manusia.
 
Keterangan Foto : Letusan. Gunung Agung 12 Maret 1963 dilihat dari Pertigaan Subagan Karangasem ( K. Kusumadinata, 1963)
 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites