Saturday, March 19, 2011

Proses Ngeleak di Kuburan Pada Kajeng Kliwon Nyitan

 Pada dasarnya ilmu ini sangat rumit dan rahasia sekali. Oleh karena itu jarang seorang guru mau dengan terang-terangan membeberkan ilmu leak.

Sebelum seorang belajar ilmu leak terlebih dahulu harus diketahui otonan atau hari lahir orang tersebut. Hal ini sangat penting, karena kualitas dari ilmu yang dianut bisa diketahui dari otonannya. Satu contoh apabila murid mempunyai otonan Sukra (Jumat) Pon Medangsia berarti dewanya adalah Brahma, otomatis karakter orang tersebut cenderung emosional dalam hal apapun, dan digandrungi perempuan. Sang guru harus hati-hati memberikan pelajaran ini. Kalau tidak murid akan celaka oleh ilmu tersebut. Setelah diketahui barulah proses belajar dimulai, pertama-tama murid harus ngewinten Brahma Widya, dalam bahasa lontar disebut ngerangsukang kawisesan atau memasukkan ilmu kesaktian dalam tubuh, pada hari yang dipilih sang guru.

Tahap dasar, diperkenalkan dengan Aksara Wayah (sastra simbol) atau Modre, dalam hal ini tidak bisa dieja, karena aksara tersebut lebih menyerupai simbol. Tahapan berikutnya murid dirajah (ditulisi) seluruh tubuh dari atas sampai bawah oleh sang guru. Semua pekerjaan tersebut dilakukan di kuburan pada saat Kajeng Kliwon Nyitan.

Kemudian sang murid harus mengucapkan lima sumpah di kuburan : (1) Hormat dan taat dengan ajaran yang diberikan oleh guru, (2) Selalu melakukan ajapa-ajapa atau mantra-mantra menyembah Siwa dan Durga dalam bentuk ilmu kawisesan, (3) tidak boleh pamer kalau tidak kepepet, selalu menjalankan dharma, (4) Tidak boleh makan daging kaki empat, tidak boleh bersetubuh dengan pasangan bukan sah, (5) Tidak boleh menyakiti atau dengan cara apa pun melalui ilmu yang dipelajari.

Mungkin karena sumpah nomor empat (4) ini sangat ditakuti, akhirnya kebanyakan ilmu ini dipelajari oleh perempuan, sebab (mungkin-red) perempuan lebih kuat menahan nafsu birahi dari laki-laki. Di Bali yang namanya Rangda selalu identik dengan wajah seram, tetapi di Jawa disebut Rondo yang berarti janda. Inilah alasannya kenapa dahulu para janda lebih menguasai ilmu pengeleakan dari pada laki-laki. Pada dasarnya ilmu ini berasal dari tanah Jawa, campuran aliran Siwa dan Budha, yang disebut dengan Bajrayana.


Tingkat satu (I) diajari bagaimana mengendalikan pernafasan, yang di Bali disebut mekek angkihan atau Pranayama. Pada tingkat dua (II) diajarkan visualisasi, disebut Ninggalin Sanghyang Menget. Pada tingkat tiga (III) diajarkan, bagaimana kita melindungi diri dengan tingkah laku yang halus tanpa emosi dan dendam. Ajaran ini disebut pengraksa jiwa. Tingkat empat (IV) diajarkan kombinasi antara gerak pikiran dengan gerak tubuh. Dalam bahasa yoga disebut mudra. Karena mudra ini berupa tarian jiwa akhirnya orang yang melihat atau nonton dibilang nengkleng (berdiri dengan kaki satu). Mudra yang kita pelajari persis seperti tarian Siwa Nata Raja.

Tingkat lima (V) diajar meditasi. Dalam ajaran pengeleakan disebut Ngregep, yaitu duduk bersila, tangan disilangkan di depan dada sambil mengatur pernafasan sehingga pikiran kita tenang. Tingkat enam (VI) diajarkan ngereh atau ngelekas yaitu ajaran bagaimana melepas roh (mulih Sanghyang Atma Ring Bayu Sabda Idep) melalui kekuatan pikiran dan bathin dalam bahasa sekarang disebut levitasi, kita memang melihat badan kita terbujur kaku tanpa daya. Kesadaran sudah pindah ke badan halus. Pada saat inilah orang disebut berhasil dalam ilmu leak. Teknik ini lumayan berbahaya kalau tidak waspada dan kuat iman serta mental kita akan keliru, bahkan kita bisa tersesat di alam gaib. Kalau sampai tersesat dan lama bisa mati. Ini disebut mati suri, maka Bhagawadgita benar sekali (apapun yang kamu ingat pada saat kematian kesanalah kamu sampai … dan apa pun yang kamu pikirkan begitulah jadinya).

Dibutuhkan ketekunan, puasa, berbuat baik. Sebab ilmu ini tidak akan berhasil bilamana dalam pikiran menyimpan perasaan dendam, apalagi kita belajar ilmu ini untuk tujuan yang tidak baik, tentu tidak akan mencapai tujuannya. Kendati demikian godaan selalu akan datang seperti, nafsu seks meningkat. Ini alasannya kenapa tidak boleh makan daging kaki empat, dan dianjurkan tidur di atas jam 12 malam agar kondisi agak lemas sehingga nafsu seks berkurang. Seorang guru berkata, “kalau ada orang mempelajari leak tidur sore-sore disebut Leak Sanje.

Kewajiban lainnya adalah saat tengah malam tepat jam 12 pelaku ilmu ini diwajibkan untuk meditasi sambil mencoba melepas roh, tetapi dianjurkan yang dekat-dekat dulu. Mungkin ke parit, sawah atau sungai. Celakanya, apabila melepas roh pas lewat di rumah tetangga yang sedang mempunyai bayi, maka otomatis bayi tersebut pasti terbangun dan menangis teriak-teriak. Hal ini disebabkan frekuensi bayi sama seperti orang mrogo sukma tadi. Bayi tersebut tidak takut cuma kaget aja ada klebatan lewat. Mirip handphone adu signal dan blank. Inilah yang dikatakan orang awam bahwa bayi itu amah leak, padahal tidak. Dalam dunia leak, ada aturan dilarang keras untuk lewat atau berada di keluarga yang mempunyai bayi untuk melepas roh (ngelekas, ngereh). Sebab, bagi yang jahil tidak tertutup kemungkinan melepas roh dan mondar mandir di depan rumah orang yang punya bayi, ini yang sering terjadi di Bali, sehingga citra leak rusak dan dituduh menyakiti.

Apalagi ada orang sakit keras kemudian pelaku ilmu ini iseng lewat atau sekedar jenguk melalui rohnya, maka sudah dipastikan orang tersebut kaget dan bisa jadi denyut jantung berhenti. Inilah hal-hal yang oleh orang awam dikatakan, bahwa leak itu jahat, makanya sang balian yang bijak akan memagari rumah orang sakit atau yang punya bayi itu dengan aksara tertentu, yang artinya sebagai simbol para penganut leak dilarang masuk. Apabila ini dilanggar perang antara leak dan balian pun terjadi. Selanjutnya siapa kalah dan menang tergantung siapa yang lebih mumpuni. Disini tidak lagi berbicara dari perguruan leak mana, atau tamatan perguruan leak mana mereka, tetapi sudah perang kawisesan. Inilah yang sering terjadi di Bali yang disebut dengan siat peteng atau perang maya. Pada umumnya dari pihak leak yang sering kalah, sebab leak tidak mempelajari ilmu menyerang, namun ilmu bertahan, sedangkan balian bisa saja ngiwa tengen.

Sangkepan Leak

Kata ini juga sering kita dengar. Sehingga timbul pertanyaan apakah leak ada rapatnya, atau reuni? Yang benar adalah “dalam dunia leak sama seperti perkumpulan spiritual, pada hari-hari tertentu pada umumnya Kajeng Kliwon, kaum leak mengadakan puja bakti bersama memuja Siwa, Durga, Bherawi yang biasanya dipusatkan di Pura Dalem atau di Kuburan, Prajapati dalam bentuk Ndihan (nyala api), bukan kera, anjing dan lain-lain.”

Dengan demikian sekali lagi ditekankan, bahwa ilmu leak bukan ilmu mengubah wujud. Jadi kalau ada yang bilang melihat kera, pitik bengil dan lain-lain, yang melihat kena sihir.

Seperti dalam sastra agama disebutkan, “ya sakti sang sajana darma raksaka, orang bijaksana pasti berpegang teguh pada darma, dan orang yang berpegang darma sudah pasti bijaksana”.

Orang yang sakti belum tentu suci hatinya, namun orang yang suci sudah pasti sakti tingkah lakunya. Jaman sekarang sulit membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar, kecuali bertanya pada kedalaman hati kita masing-masing. Sebuah lentera akan padam apinya, apabila minyaknya mengering, namun jangan pernah padamkan api rohani kebersamaan melalui persahabatan.

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites