TERDAPAT cerita lucu sekaligus penuh simbol tentang asal-muasal gamelan gambang. Konon gambang dibuat oleh dua orang, satu orang buta dan satu orang tuli. Keduanya bahu-membahu menyelesaikan satu gamelan yang terbuat dari bilah bambu. Yang tuli tapi matanya awas bertugas memotong bilah-bilah bambu untuk dijadikan bilah gamelan. Sementara yang buta tetapi telinganya begitu celang bertugas mendengarkan nada-nada hasil potongan dari si tuli.
Dengan cara seperti itu, maka bilah-bilah gamelan gambang tidaklah serapi bilah gamelan gong kebyar. Jika gong kebyar bilahnya berderet rapi dari yang paling panjang menuju ke paling pendek sehingga menghasilkan suara dari nada rendah ke nada paling tinggi. Namun gamelan gambang bilah-bilahnya tidak teratur. Nada paling rendah bisa saja tidak dihasilkan dari bilah yang paling besar dan panjang. Begitu juga bilah yang paling pendek dan kecil belum tentu menghasilkan nada paling tinggi.
Wayan Sujana yang kerap melakukan penelitian ke desa-desa untuk menemukan seni-seni langka di Buleleng mengatakan bahwa cerita tentang penciptaan gamelan gambang itu memang memiliki nilai simbolis dan filsafat yang tinggi. Selama ini gambang memang dikenal sebagai gamelan untuk mengiringi upacara pitra yadnya. Karena suara gambang dipercaya sebagai penuntun atma menuju ke Siwaloka. Pembuat gamelan gambang yang disebutkan sebagai pasangan orang buta dan tuli merupakan simbol dari atma yang tidak mendengar dan tidak melihat. Tentang ketidakteraturan bilah-bilah gambang bisa disimbolkan sebagai kehidupan ini yang tidak pernah rapi, namun tetap bisa memberikan keindahan.
Namun, gamelan gambang yang dibuat oleh perajin-perajin gamelan masa kini bentuknya tentu saja lebih rapi dari gambang peninggalan-peninggalan zaman dulu. Ini juga sebagai simbol bahwa manusia yang bisa mendengar atau melihat dengan baik memiliki upaya terus-menerus untuk membuat dunia ini menjadi lebih rapi dan damai serta tetap memiliki keindahan. ''Manusia memang tidak sempurna, namun tetap punya upaya untuk membuat sesuatu menjadi lebih sempurna,'' katanya.
Jero Dalang Made Wijana yang kini bergelut dalam pembuatan gamelan gambang di desanya di Padangbulia mengakui gamelan gambang yang dibikinnya saat ini tetap rapi sebagaimana gamelan gong kebyar. Bilah bambu yang menghasilkan nada tetap diatur dari yang paling panjang ke bilah yang paling pendek. Namun bahan-bahan yang digunakan tetap sama dengan bahan yang digunakan untuk membuat gamelan gambang pada zaman dulu. ''Biasanya bilah-bilah gambang dibuat dengan bambu petung jenggot,'' tandasnya.
Sumber : http://www.parisada.org
0 comments:
Post a Comment