BUDAYAWAN Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun, Selasa (5/11) kemarin mengunjungi Pura Gambur Anglayang di Desa Kubutambahan, Buleleng. Di situ ia tak bisa menyembunyikan rasa takjubnya ketika menyaksikan delapan pelinggih yang mencerminkan suatu nilai penting tentang toleransi dan kerukunan antarsuku, ras dan agama. Pemimpin-pemimpin Indonesia harus belajar dari Pura Gambur Anglayang di Kubutambahan ini, katanya.
Memang di pura yang terletak di tepi pantai Tageneng ini terdapat delapan pelinggih yang mencerminkan unsur semua agama di dunia. Ada pelinggih Ratu Bagus Sundawan dari unsur Suku Sunda, pelinggih Ratu Bagus Melayu, Ratu Ayu Syahbandar dan Ratu Manik Mas yang menunjukkan unsur Cina, pelinggih Ratu Pasek, Dewi Sri dan Ratu Gede Siwa yang mencerminkan unsur Hindu serta yang paling unik pelinggih Ratu Gede Dalem Mekah yang memperlihatkan unsur Islam.
Di pura itu, kata Cak Nun, dirinya melihat adanya kearifan nenek moyang yang harus ditiru. Nenek moyang kita, jauh sebelumnya telah mengenal istilah demokrasi. Toleransi telah menciptakan suatu masyarakat demokratis. Tanpa tujuan muluk-muluk mereka telah menyatukan keberagaman dalam sebuah ruang kehidupan sosial dan spiritual yang tinggi. Kini pemimpin kita omongnya saja besar tentang demokrasi dan toleransi, tetapi hasilnya kerusuhan, tandasnya. Ia mengatakan, Pura Gambur Anglayang ini merupakan perwujudan dari masa depan Indonesia. Pura yang didirikan tahun 1260 itu telah memberi petunjuk delapan abad yang lalu telah terjadi masyarakat madani di Kubutambahan. Masyarakat madani telah tumbuh di Kubutambahan sebelum Nurcolish Madjid memperkenalkan istilah itu kepada bangsa Indonesia, katanya.
Untuk itu, Cak Nun yang didampingi istrinya, artis cantik Novia Kolopaking, mengundang para pemimpin Indonesia untuk datang ke Kubutambahan, belajar tentang kerukunan dan masyarakat madani.
Sebelum ke Pura Gambur Anglayang, Cak Nun sempat mengunjungi Masjid Jamik Al Munawarah di Banjar Pabean, Sangsit, Buleleng. Di sana Cak Nun juga menyaksikan kerukunan antara umat Hindu dan Islam. Kerukunan itu adalah sebuah kekayaan yang sudah lama tidak dimiliki lagi oleh Indonesia. Jika kerukunan antarumat beragama ini dipelihara, ia yakin suatu saat nanti warga Sangsit akan menyelamatkan Indonesia dari kehancuran.
Source : http://www.parisada.org
0 comments:
Post a Comment