Posted by Gede Prama
Ada berbagai macam cara melakukan silaturahmi. Salah satunya melalui SMS. Dan karena keterbatasan waktu dan tenaga, kadang saya mengunjungi sejumlah teman melalui SMS. Pada sebuah kesempatan, salah satu SMS tadi dikirim dengan gambar kupu-kupu diikuti pesan sederhana : "kupu-kupu ini membawa dompet yang isinya tidak pernah habis, yakni persahabatan." Banyak sahabat yang berespon positif dan merasakan diri ini hadir dalam kehidupan mereka sesaat kemudian. Tidak sedikit yang mengatakan tersentuh.
Akan tetapi, di sebuah kesempatan pernah ada suara Ibu yang marah-marah ke saya akibat pesan SMS di atas. Seperti sedang mewawancarai calon karyawan, ditanyalah saya ke sana dan ke mari. Setelah didengarkan secara sabar, rupanya ia curiga sama suaminya. Dia kira pesan SMS di atas datang dari wanita lain dan nama saya hanya dipinjam sebagai judul tipuan. Dan ditutuplah telepon dengan keras tanpa mengucapkan terimakasih.
Inilah sekelumit kehidupan dalam kekinian. Di mana kecurigaan, kekakuan, ketakutan sudah menjadi beban berat kehidupan yang digendong orang ke mana-mana. Kalau kemudian, perjalanan kehidupan terasa sangat berat, lebih karena manusia sendiri yang rela menggendongnya ke mana-mana. Tidak hanya Ibu tadi, sayapun pernah menggendong beban-beban berat yang tidak perlu. Ada beban takut masa depan, ada beban khawatir tentang sekolah putera-puteri, ada rasa khawatir ditinggal orang-orang tercinta.
Hanya saja, setelah mengunjungi kolam-kolam kejernihan, ada rasa bersalah terhadap masa lalu yang tidak berdosa. Masa lalu yang sebenarnya bersih dan jernih, terpaksa harus kotor karena kesukaan untuk takut, ngotot dan memaksa. Dan ketika lelah, baru mengunjungi kejernihan. Dalam salah satu kunjungan saya pada kejernihan, sebuah buku sederhana berjudul Zen Path To Harmony yang berisi kumpulan gambar dan tidak jelas siapa editornya, pernah menghadirkan pesan menyentuh.
Dengan latar belakang gambar air terjun alami nan indah, buku ini mengutip pendapat Chuang Tzu : Flow with whatever may happen and let your mind be free : Stay centered by accepting whatever you are doing. This is the ultimate. Pertama kali pesan ini terbaca mata, ada keindahan, keteduhan dan ketenteraman yang dibawakan air terjun rupanya. Ketika hidup sudah mengalir dengan apa saja yang mungkin terjadi, kemudian dengan modal tadi manusia belajar "terpusat" dengan menerima proses yang sedang terjadi, tatkala itu juga perjalanan sampai di puncak kehidupan.
Mengalir itu modal pertama. Terpusat pada proses yang sedang terjadi, itu modal kedua. Serupa dengan aliran air di sungai, kehidupan tidak saja terus berjalan. Tetapi yang lebih inspiratif, kelenturanlah yang membuat air bisa melewati setiap rintangan. Demikian juga dengan kehidupan. Ada seorang peneliti yang pernah meneliti ciri-ciri kejiwaan orang yang pernah terkena serangan jantung. Rupanya, lebih delapan puluh persen dari lima ratus responden menunjukkan tanda-tanda hidup yang ngotot dan kaku.
Tidak selamanya sikap ngotot dan kaku itu berwajah buruk tentu saja. Banyak kemajuan justru didorong oleh kengototan untuk mencapai tujuan. Cuman, kengototan di semua tempat dan semua keadaan, sungguh sebuah kegiatan yang mencelakakan. Lebih-lebih kalau kengototan itu ditujukan ke orang yang kita temui di cermin setiap harinya. Tidak hanya sering memproduksi penyakit, melainkan juga wajah kehidupan kita hadir di diri sendiri maupun orang lain dengan penuh kerut.
Ada yang menyebut kehidupan mengalir seperti ini sebagai sikap pasrah yang tidak produktif. Dan tentu saja boleh menyebutnya demikian. Cuman, dalam kedalaman kolam kontemplasi, justru dalam mengalir itu sendirilah terletak banyak misteri kehidupan yang tidak bisa diberikan oleh reputasi, harta dan bahkan tahta.
Lebih-lebih kalau keadaan mengalir tadi dilengkapi dengan keterpusatan pada proses yang sedang terjadi ? dan menyongsong hasilnya hanya dengan kendaraan keikhlasan. Sejumlah sahabat jernih menyebutkan, inilah yang kerap disebut dengan pencerahan. Sangat sedikit orang yang pernah sampai di sana. Dan ternyata, harta karun kehidupan terakhir tersembunyi di setiap air terjun.
Dengan kesadaran seperti ini, tentu saja tidak disarankan untuk meninggalkan pekerjaan, keluarga dan bahkan masyarakat untuk pergi ke air terjun. Air terjun simbolik tadi sebenarnya ada di mana-mana, kita bawa ke mana-mana. Suara-suara jernihnya pun berbisik setiap saat. Cuman, melalui kesukaan orang untuk hidup secara ngotot akan hasil, kemudian telinga-telinga kehidupan menjadi tuli akan suara terakhir. Apa lagi kengototan tadi bertemu dengan pikiran yang tidak pernah terpusat di hari ini. Jadilah ia semacam kombinasi yang berujung pada kehidupan tidak nyata. Jauh dari keseharian, jauh juga dari dari kejernihan.
Saya tidak berani menghakimi kehidupan demikian sebagai kehidupan yang keliru. Hanya merasa sayang saja, kalau harta karun yang demikian berharga, yang tersembunyi di air terjun yang kita bawa kemana-mana, kemudian jadi kekayaan yang terbuang percuma. Lebih dari sekadar sayang karena terbuang, keadaan seperti ini juga yang membuat Kabir pernah tertawa : "Saya tertawa, ikan mati kehausan di dalam air!"
Akan tetapi, di sebuah kesempatan pernah ada suara Ibu yang marah-marah ke saya akibat pesan SMS di atas. Seperti sedang mewawancarai calon karyawan, ditanyalah saya ke sana dan ke mari. Setelah didengarkan secara sabar, rupanya ia curiga sama suaminya. Dia kira pesan SMS di atas datang dari wanita lain dan nama saya hanya dipinjam sebagai judul tipuan. Dan ditutuplah telepon dengan keras tanpa mengucapkan terimakasih.
Inilah sekelumit kehidupan dalam kekinian. Di mana kecurigaan, kekakuan, ketakutan sudah menjadi beban berat kehidupan yang digendong orang ke mana-mana. Kalau kemudian, perjalanan kehidupan terasa sangat berat, lebih karena manusia sendiri yang rela menggendongnya ke mana-mana. Tidak hanya Ibu tadi, sayapun pernah menggendong beban-beban berat yang tidak perlu. Ada beban takut masa depan, ada beban khawatir tentang sekolah putera-puteri, ada rasa khawatir ditinggal orang-orang tercinta.
Hanya saja, setelah mengunjungi kolam-kolam kejernihan, ada rasa bersalah terhadap masa lalu yang tidak berdosa. Masa lalu yang sebenarnya bersih dan jernih, terpaksa harus kotor karena kesukaan untuk takut, ngotot dan memaksa. Dan ketika lelah, baru mengunjungi kejernihan. Dalam salah satu kunjungan saya pada kejernihan, sebuah buku sederhana berjudul Zen Path To Harmony yang berisi kumpulan gambar dan tidak jelas siapa editornya, pernah menghadirkan pesan menyentuh.
Dengan latar belakang gambar air terjun alami nan indah, buku ini mengutip pendapat Chuang Tzu : Flow with whatever may happen and let your mind be free : Stay centered by accepting whatever you are doing. This is the ultimate. Pertama kali pesan ini terbaca mata, ada keindahan, keteduhan dan ketenteraman yang dibawakan air terjun rupanya. Ketika hidup sudah mengalir dengan apa saja yang mungkin terjadi, kemudian dengan modal tadi manusia belajar "terpusat" dengan menerima proses yang sedang terjadi, tatkala itu juga perjalanan sampai di puncak kehidupan.
Mengalir itu modal pertama. Terpusat pada proses yang sedang terjadi, itu modal kedua. Serupa dengan aliran air di sungai, kehidupan tidak saja terus berjalan. Tetapi yang lebih inspiratif, kelenturanlah yang membuat air bisa melewati setiap rintangan. Demikian juga dengan kehidupan. Ada seorang peneliti yang pernah meneliti ciri-ciri kejiwaan orang yang pernah terkena serangan jantung. Rupanya, lebih delapan puluh persen dari lima ratus responden menunjukkan tanda-tanda hidup yang ngotot dan kaku.
Tidak selamanya sikap ngotot dan kaku itu berwajah buruk tentu saja. Banyak kemajuan justru didorong oleh kengototan untuk mencapai tujuan. Cuman, kengototan di semua tempat dan semua keadaan, sungguh sebuah kegiatan yang mencelakakan. Lebih-lebih kalau kengototan itu ditujukan ke orang yang kita temui di cermin setiap harinya. Tidak hanya sering memproduksi penyakit, melainkan juga wajah kehidupan kita hadir di diri sendiri maupun orang lain dengan penuh kerut.
Ada yang menyebut kehidupan mengalir seperti ini sebagai sikap pasrah yang tidak produktif. Dan tentu saja boleh menyebutnya demikian. Cuman, dalam kedalaman kolam kontemplasi, justru dalam mengalir itu sendirilah terletak banyak misteri kehidupan yang tidak bisa diberikan oleh reputasi, harta dan bahkan tahta.
Lebih-lebih kalau keadaan mengalir tadi dilengkapi dengan keterpusatan pada proses yang sedang terjadi ? dan menyongsong hasilnya hanya dengan kendaraan keikhlasan. Sejumlah sahabat jernih menyebutkan, inilah yang kerap disebut dengan pencerahan. Sangat sedikit orang yang pernah sampai di sana. Dan ternyata, harta karun kehidupan terakhir tersembunyi di setiap air terjun.
Dengan kesadaran seperti ini, tentu saja tidak disarankan untuk meninggalkan pekerjaan, keluarga dan bahkan masyarakat untuk pergi ke air terjun. Air terjun simbolik tadi sebenarnya ada di mana-mana, kita bawa ke mana-mana. Suara-suara jernihnya pun berbisik setiap saat. Cuman, melalui kesukaan orang untuk hidup secara ngotot akan hasil, kemudian telinga-telinga kehidupan menjadi tuli akan suara terakhir. Apa lagi kengototan tadi bertemu dengan pikiran yang tidak pernah terpusat di hari ini. Jadilah ia semacam kombinasi yang berujung pada kehidupan tidak nyata. Jauh dari keseharian, jauh juga dari dari kejernihan.
Saya tidak berani menghakimi kehidupan demikian sebagai kehidupan yang keliru. Hanya merasa sayang saja, kalau harta karun yang demikian berharga, yang tersembunyi di air terjun yang kita bawa kemana-mana, kemudian jadi kekayaan yang terbuang percuma. Lebih dari sekadar sayang karena terbuang, keadaan seperti ini juga yang membuat Kabir pernah tertawa : "Saya tertawa, ikan mati kehausan di dalam air!"
0 comments:
Post a Comment